BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Teori kinetika merupakan suatu teori yang secara garis besar adalah hasil
kerja dari Count Rumford (1753-1814), James Joule (1818-1889), dan James Clerk
Maxwell (1831-1875), yang menjelaskan sifat-sifat zat berdasarkan gerak acak
terus menerus dari molekul-molekulnya. Dalam gas misalnya, tekanan gas adalah
berkaitan dengan tumbukan yang tak henti-hentinya dari molekul-molekul gas
terhadap dinding-dinding wadahnya.
Gas adalah materi
yang encer. Sifat ini disebabkan interaksi yang lemah antara partikel-partikel
penyusunnya sehingga perilaku termalnya relatif sederhana. Dalam mempelajari
perilaku tersebut, kita akan mengembangkan pengrtian yang jelas antara
sifat-sifat makroskopik seperti suhu, tekanan, dan volume dari sifat-sifat
mikroskopik seperti kelajuan, energi kinetik, momentum, dan massa tiap-tiap
partikel penyusun materi. Sifat makroskopik adalah sifat dari besaran-besaran
yang dapat diukur dengan alat ukur, sedang sifat mikroskopik adalah sifat yang
tidak dapat diukur secara langsung. Besaran yang menyatakan sifat Makroskopis dan
Mikroskopis Gas.
Gas ideal tidak ada
dalam kehidupan sehari-hari,
yang ada cuma gas riil alias gas nyata. Gas ideal hanya bentuk sempurna yang
sengaja dibuat untuk membantu analisis kita, mirip seperti benda tegar dan
fluida ideal. Jadi,
kita menganggap hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac berlaku untuk
semua kondisi gas ideal. Adanya model gas ideal ini juga sangat membantu kita
dalam meninjau hubungan antara ketiga hukum gas di atas. Dengan kata lain,
model gas ideal membantu kita meninjau hubungan antara besaran-besaran
makroskopis gas. Hubungan antara besaran-besaran makroskopis gas telah diulas dalam pembahasan
mengenai hukum-hukum Gas dan hukum Gas Ideal.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud
teorema ekipartisi energi?
2. Apa
yang dimaksud derajat kebebasan dalam teorema ekipartisi energi?
3. Apa
yang dimaksud gas monoatomik dan diatomik dan hubungannya dengan derajat
kebebasan?
4. Bagaimana
membedakan energi dalam gas ideal yang bersifat monoatomik dan diatomik?
5. Bagaimana
rumus energi kinetik rata-rata jika dalam teorema ekipartisi energi?
1.3 TUJUAN
1. Untuk
bisa membedakan molekul monoatomik dan diatomik beserta derajat kebebasannya.
2.
Untuk mengetahui perbedaan gerak
molekul gas monoatomik dan diatomik.
3.
Untuk mengetahui cara mencari nilai
energi dalam gas.
4.
Untuk mengetahui cara mencari nilai
energi dalam gas berdasarkan energi kinetik dan derajat kebebasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LANDASAN TEORI
Dalam mekanika statistika
klasik,
Teorema Ekuipartisi adalah sebuah rumusan umum yang
merelasikan temperatur
suatu sistem dengan energi rata-ratanya. Teorema ini juga dikenal
sebagai hukum ekuipartisi, ekuipartisi energi, ataupun hanya ekuipartisi. Gagasan dasar teorema
ekuipartisi adalah bahwa dalam keadaan kesetimbangan termal,
energi akan terdistribusikan secara merata ke semua bentuk-bentuk energi yang
berbeda; contohnya energi kinetik
rata-rata per derajat kebebasan pada gerak translasi sebuah molekul haruslah
sama dengan gerak rotasinya.
Teorema ekuipartisi
mampu memberikan prediksi-prediksi yang kuantitatif. Seperti pada teorema virial, teorema ekuipartisi
dapat memberikan hasil perhitungan energi kinetik dan energi potensial
rata-rata total suatu sistem pada satu temperatur tertentu, yang darinya kapasitas kalor
sistem dapat dihitung. Namun, teorema ekuipartisi juga memberikan nilai
rata-rata komponen individual energi tersebut, misalnya energi kinetik suatu
partikel ataupun energi potensial suatu dawai. Contohnya, teorema ini dapat
memberikan prediksi bahwa setiap molekul dalam suatu gas ideal
monoatomik memiliki energi
kinetik rata-rata sebesar (3/2)kBT dalam kesetimbangan
termal, dengan kB adalah tetapan Boltzmann dan T adalah temperatur.
Secara umum, teorema ini dapat diterapkan ke semua sistem-sistem fisika klasik
yang berada dalam kesetimbangan termal
tak peduli seberapa rumitnya sekalipun sistem tersebut. Teorema ekuipartisi
dapat digunakan untuk menurunkan hukum gas ideal
dan hukum Dulong-Petit untuk kapasitas
kalor jenis benda padat. Teorema ini juga dapat digunakan untuk memprediksi
sifat dan ciri bintang-bintang,
bahkan berlaku juga untuk katai putih
dan bintang neutron, karena teorema ini
berlaku pula ketika efek-efek relativitas
diperhitungkan.
Walaupun teorema
ekuipartisi memberikan prediksi yang sangat akurat pada kondisi-kondisi
tertentu, teorema ini menjadi tidak akurat ketika efek-efek kuantum
menjadi signifikan, misalnya pada temperatur yang sangat rendah. Ketika energi termal kBT
lebih kecil daripada perjarakan energi kuantum pada suatu derajat kebebasan, energi rata-rata
dan kapasitas kalor dari derajat kebebasan ini akan lebih kecil daripada nilai
energi yang diprediksi oleh teorema ekuipartisi. Derajat kebebasan ini
dikatakan menjadi "beku" ketika energi termal lebih kecil daripada
perjarakan energi kuantum ini. Contohnya, kapasitas kalor suatu benda padat
akan menurun pada temperatur rendah seiring dengan membekunya berbagai jenis
gerak yang dimungkinkan. Hal ini berlawanan dengan prediksi teorema ekuipartisi
yang memprediksikan nilai kapasitas kalor yang konstan. Fenomena menurunnya
kapasitas kalor ini memberikan tanda awal bagi para fisikawan abad ke-19 bahwa
fisika klasik tidaklah benar dan diperlukan model ilmiah baru yang lebih akurat
dalam menjelaskan fenomena ini. Selain itu, teorema ekuipartisi juga gagal
dalam memodelkan radiasi benda hitam (juga dikenal
sebagai bencana ultraviolet). Hal ini mendorong Max Planck
untuk mencetuskan gagasan bahwa energi yang dipancarkan oleh suatu objek
terpancarkan dalam bentuk terkuantisasi. Hipotesis revolusioner ini kemudian
memacu perkembangan mekanika kuantum
dan teori medan kuantum.
2.1 Perumusan Umum
Teorema Ekuipartisi
Bentuk paling umum
teorema ekuipartisi menyatakan bahwa di bawah asumsi tertentu, pada suatu
sistem fisik yang berfungsi energi Hamiltonian
H dan berderajat kebebasan x, persamaan ekuipartisi berikut akan
berlaku pada kesetimbangan termal untuk semua indeks m dan n:
δmn
disini merupakan delta Kronecker,
yang nilainya sama dengan satu apabila m = n atau nol
apabila sebaliknya. Tanda kurung pererataan diasumsikan sebagai rerata ensembel atas ruang fase
ataupun, di bawah asumsi ergodisitas, sebagai rata-rata
waktu suatu sistem tunggal.
Teorema ekuipartisi
umum ini berlaku baik pada ensembel mikrokanonis, yakni ketika energi
total sistemnya adalah konstan, maupun pada ensembel kanonis, yakni ketika
sistemnya tersambung kepada penangas kalor yang dapat bertukar
energi.
Rumusan umum di atas setara dengan dua
rumus berikut :
Apabila derajat kebebasan xn
hanya memiliki suku kuadratis anxn2
pada Hamiltonian H, maka rumus pertama di atas mengimplikasikan :
yang nilainya dua kali lebih besar
daripada kontribusi yang diberikan oleh derajat kebebasan ini terhadap energi
rata-rata .
Sehingga teorema ekuipartisi untuk sistem yang memiliki energi kuadratis akan
mudah diturunkan dari rumus umum di atas. Dengan argumen yang sama, apabila 2
digantikan dengan s, rumus di atas berlaku untuk
energi bentuk anxns. Derajat kebebasan xn
adalah koordinat-koordinat dalam ruang sistem dan umumnya dibagi lagi ke dalam
koordinat posisi rampatan gk
dan koordinat momentum rampatan pk,
dengan pk
adalah momentum konjugat terhadap qk.
Pada situasi ini, rumus pertama di atas berarti bahwa untuk semua k,
Menggunakan persamaan
mekanika Hamiltonian,
rumus ini dapat juga ditulis sebagai berikut :
Dengan cara yang sama, menggunakan
rumus kedua
Dimana,
2.2 Hubungan dengan Teorema
Virial
Teorema ekuipartisi
umum adalah perpanjangan dari teorema virial (yang diajukan pada
tahun 1870), yang menyatakan bahwa :
dengan t adalah waktu.
Perbedaan antara kedua teorema ini adalah teorema virial menghubungkan penjumlahan
rata-rata energi total terhadap satu sama lainnya daripada rata-rata energi
individual pada teorema ekuipartisi. Teorema virial juga tidak menghubungkan
penjumlahan energi ini terhadap temperatur
T. Selain itu, penurunan teorema virial biasanya diekspresikan sebagai
rata-rata energi terhadap waktu, sedangkan pada teorema ekuipartisi,
penurunannya diekspresikan sebagai rata-rata energi terhadap ruang fase.
2.3 Penerapan Teorema
Ekuipartisi
1. Hukum Gas Ideal
Teorema ekuipartisi
dapat diterapkan untuk menurunkan rumus gas ideal. Berawal dari persamaan :
untuk menghitung rata-rata energi
kinetik per partikel. Teorema ekuipartisi dapat digunakan untuk menurunkan hukum gas ideal
dari mekanika klasik. Jika q = (qx, qy,
qz) dan p = (px, py,
pz) menandakan vektor letak dan momentum partikel gas, dan F
adalah resultan gaya pada partikel, maka :
dimana kesamaan pertama adalah hukum kedua Newton,
dan kesamaan kedua menggunakan persamaan Hamilton dan rumus
ekuipartisi. Dengan mentotalkan seluruh sistem yang berpartikel N akan
menghasilkan:
Energi kinetik partikel tertentu dapat
saja berfluktuasi dengan bebas, namun teorema ekuipartisi memungkinkan kita
untuk menghitung energi rata-rata keseluruhan partikel dalam sistem pada
temperatur apapun. Teorema ini juga dapat digunakan untuk menurunkan hukum gas ideal
yang menghubungkan tekanan
gas dengan volume
dan temperaturnya.
(Lima partikel yang berwarna merah di atas digunakan untuk membantu pemantauan
gerak partikel tersebut.)
Menurut hukum ketiga Newton dan asumsi bahwa gas berperilaku ideal,
resultan gaya yang bekerja pada suatu sistem bergas ideal akan bermuasal dari
gaya yang diterapkan oleh dinding penampung gas. Gaya ini kemudian
bermanifestasi sebagai tekanan gas P. Sehingga :
dengan dS adalah luas
infinitesimal permukaan dinding penampung. Oleh karena divergensi vektor letak q
adalah ;
maka menutur teorema divergensi :
dengan dV adalah volume
infinitesimal penampung dan V adalah total volume penampunga.
Dengan menggabungkan kedua persamaan
ini akan didapatkan :
yang secara langsung memberikan
persamaan gas ideal
berpartikel N :
dengan n = N/NA
adalah jumlah mol gas dan R = NAkB
adalah tetapan gas. Walaupun teorema
ekuipartisi memberikan contoh penurunan hukum gas ideal yang simpel, hasil yang
sama juga dapat diturunkan menggunakan metode alternatif seperti fungsi partisi.
2. Gas Diatomik
Sebuah partikel gas
diatomik dapat dimodelkan sebagai dua massa m1 dan m2
yang dihubungkan oleh pegas dengan konstanta Hooke
a. Pemodelan ini disebut sebagai Pendekatan
Rotor Tegar
Osilator Harmonik.
Sistem ini akan memiliki energi sebesar :
dengan p1 dan p2
adalah momentum dua atom dan q adalah deviasi jarak antar dua atom pada
kesetimbangannya. Tiap derajat kebebasan energi ini bersifat kuadratik dan
sehingganya haruslah berkontribusi sebesar 1⁄2kBT
terhadap energi rata-rata total dan 1⁄2kB
terhadap kapasitas kalornya. Sehingga kapasitas kalor gas bermolekul diatomik
sebanyak N akan diprediksikan bernilai sebesar 7N·1⁄2kB
(momentum p1 dan p2 masing-masing
berkontribusi sebanyak tiga derajat kebebasan dan q berkontribusi satu
derajat kebebasan). Selanjutnya pula, kapasitas kalor satu mol molekul diatomik
akan memiliki (7/2)NAkB = (7/2)R
dan sehingganya kapasitas kalor molarnya haruslah kira-kira 7 cal/(mol·K).
Namun nilai kapasitas kalor molar yang didapatkan dari hasil percobaan biasanya
berkisar sebesar 5 cal/(mol·K) dan menurun menjadi 3 cal/(mol·K) pada
temperatur yang sangat rendah.
Ketidakcocokan antara
hasil prediksi berdasarkan teorema ekuipartisi dengan nilai hasil percobaan ini
tidak dapat dijelaskan menggunakan model molekul yang lebih kompleks oleh
karena dengan menambahkan lebih banyak derajat kebebasan hanya akan meningkatkan
kalor jenis yang diprediksi. Ketidakcocokan ini kemudian menjadi bukti nyata
diperlukannya perlakuan teori kuantum
untuk menyelesaikan masalah ini.
Citra gabungan sinar-X dan optik Nebula Kepiting.
Di tengah inti nebula ini terdapat bintang neutron yang berotasi dengan
cepat. Bintang ini bermassa satu setengah kali lebih besar daripada Matahari
namun hanya berukuran 25 Km. Teorema ekuipartisi dapat digunakan
untuk memprediksikan sifat-sifat bintang neutron seperti ini.
3. Gas ideal pada
kondisi relativistik ekstrem
Teorema ekuipartisi
yang digunakan di atas untuk menurunkan hukum gas ideal
berdasarkan mekanika Newton
klasik tidak dapat digunakan apabila efek-efek
relativitas menjadi dominan dalam sistem yang
dikaji, seperti misalnya katai putih
dan bintang neutron. Oleh karenanya
persamaan gas ideal harus dimodifikasi. Teorema ekuipartisi memungkinkan kita
untuk dengan mudah menurunkan hukum gas ideal yang berlaku pada kondisi
relativistik ekstrem. Pada kasus ini, energi kinetik suatu
partikel tunggal adalah sebesar :
Dengan menurunkan H terhadap px
akan menghasilkan rumus :
Penurunan yang sama terhadap py
dan pz akan menghasilkan rumus yang sama dan dengan
menambahkan ketiganya akan menghasilkan
dengan kesamaan terakhir mengikuti
rumus ekuipartisi. Sehingganya energi total rata-rata pada sistem gas
relativistik ekstrem adalah dua kali lebih besar daripada energi total
rata-rata gas non-relativistik. Untuk gas relativistik berpartikel N,
nilai energinya adalah 3 NkBT.
4. Gas Non-Ideal
Dalam kasus gas
ideal, partikel-partikel gas diasumsikan hanya berinteraksi secara tumbukan.
Teorema ekuipartisi dapat pula digunakan untuk menurunkan energi dan tekanan
"gas non-ideal" yang partikel-partikelnya dapat berinteraksi melalui gaya-gaya konservatif yang potensial U(r)-nya
bergantung hanya pada jarak r antar partikel. Ini dapat dideskripsikan
secara sederhana dengan pertama-tama menyempitkan fokus kita pada satu partikel
tunggal gas dan melakukan pendekatan pada gas-gas lainnya menggunakan
distribusi simetri bola. Kemudian, dengan
menggunakan fungsi distribusi radial
g(r) sehingganya rapatan probabilitas menemukan partikel
lainnya dalam ruang lingkup r dari suatu partikel adalah sama dengan 4πr2ρg(r),
dengan ρ = N/V
adalah rapatan rata-rata atau massa jenis rata-rata gas. Energi potensial
rata-rata kemudian berhubungan dengan interaksi partikel tunggal tersebut
dengan gas lainnya dan secara matematis diekspresikan sebagai berikut :
Energi potensial rata-rata total gas
oleh karenanya adalah , dengan N adalah jumlah
partikel dalam gas dan faktor 1⁄2
diperlukan karena penjumlahan keseluruhan partikel akan membuat interaksi antar
partikel yang diperhitungkan dihitung dua kali. Dengan menambahkan energi
kinetik dan potensial, dan menerapakn teorema ekuipartisi, kita akan
mendapatkan persamaan energy :
Dengan cara yang sama, kita juga dapat
menurunkan persamaan tekanan sebagai
5. Osilator Anharmonik
Osilator anharmonik
(berbeda dengan osilator harmonik sederhana) memiliki energi potensial yang
bukan kuadratis pada ekstensi q (posisi umum yang mengukur
penyimpangan sistem dari kesetimbangan). Osilator seperti ini dapat memberikan
kita gambaran komplementer terhadap teorema ekuipartisi. Contoh-contoh yang
sederhana dapat diberikan menggunakan fungsi energi potensial berbentuk :
dengan C dan s adalah
tetapan bilangan real
sembarang. Dalam hal ini, hukum ekuipartisi memprediksi bahwa :
Sehingga, energi potensial rata-rata
sama dengan kBT/s, dan bukannya kBT/2
seperti yang ada pada osilator harmonik kuadratis (s = 2).
Lebih umumnya, suatu fungsi energi
berdimensi satu memiliki ekpansi Taylor pada ekstensi q:
untuk bilangan integer
non-negatif n. Ketiadaan suku n = 1 dikarenakan ketiadaan
gaya resultan sehingga turunan pertama energinya adalah nol. Suku n =
0 tidak perlu dimasukkan karena energi pada posisi kesetimbangan secara
konvensi ditentukan sebagai nol. Dalam kasus ini, hukum ekuipartisi memprediksi
bahwa :
Berlawanan
dengan contoh-contoh lainnya, rumus ekuipartisi
tidak
mengijinkan energi potensial rata-rata ditulis dalam tetapan-tetapan yang
diketahui.
6. Gerak Brown
Gambar. Gerak
Brown tipikal suatu partikel dalam tiga dimensi.
Teorema ekuipartisi
dapat digunakan untuk menurunkan gerak Brown
suatu partikel dari persamaan Langevin. Menurut persamaan
Langevin, gerak suatu partikel bermassa m dan berkecepatan v
ditentukan oleh hukum Newton kedua :
dengan F'rnd adalah
gaya acak yang mewakili osilasi acak partikel dan molekul-molekul disekitarnya;
tetapan waktu τ mewakili gaya seret yang melawan gerak
partikel dalam larutan. Gaya seret sering ditulis sebagai Fdrag =
−γv;
sehingga tetapan waktu τ
sama dengan m/γ.
Perkalian bintik (skalar) dari
persamaan ini dengan vektor posisi r, setelah dirata-ratakan akan
menghasilkan persamaan
untuk gerak Brown (dikarenakan gaya
acak Frnd tidak berkorelasi dengan posisi r). Dengan
menggunakan identitas matematika :
dan
persamaan dasar gerak Brown dapat
ditransformasikan menjadi :
dengan kesamaan terakhir mengikuti
teorema ekuipartisi untuk energi kintetik translasional:
Persamaan
diferensial di atas untuk (dengan
kondisi-kondisi awal yang sesuai) dapat diselesaikan secara eksak:
Dalam skala waktu yang singkat, t <<
τ, partikel
berperilaku sebagai partikel yang bergerak bebas: berdasarkan deret Taylor
fungsi eksponensial,
jarak kuadrat bertambah kira-kira kuadratis:
Namun dalam skala waktu yang panjang, t >>
τ, suku konstan dan
eksponensialnya menjadi dapat diabaikan, sehingga jarak kuadrat bertambah hanya
secara linear:
Hal ini menjelaskan difusi
partikel seiring dengan berjalannya waktu.
7. Fisika Bintang
Teorema ekuipartisi
dan teorema virial yang berkaitan
dengannya telah lama digunakan dalam bidang astrofisika.
Sebagai contohnya, teorema virial dapat digunakan untuk memperkirakan
temperatur bintang atau limit Chandrasekhar
massa katai putih.
Temperatur rata-rata suatu bintang dapat diperkirakan dari teorema ekuipartisi.
Karena kebanyakan bintang bersimetri bulat, total energi potensial
gravitasionalnya dapat diperkirakan menggunakan pengintegralan :
dengan M(r) adalah massa
beradius r dan ρ(r)
adalah kepadatan bintang pada jari-jari r; G mewakili tetapan gravitasi
dan R adalah jari-jari total bintang. Dengan mengasumsikan bahwa
kepadatan bintang konstan di segala jari-jari, pengintegralan ini menghasilkan
rumus
dengan
M adalah massa total bintang. Sehingganya energi potensial rata-rata
partikel tunggal adalah
dengan N adalah jumlah partikel
dalam bintang. Dikarenakan bintang-bintang
pada umumnya mayoritas terdiri dari hidrogen,
N secara kasar sama dengan M/mp, dengan mp
adalah massa satu proton. Penerapan teorema ekuipartisi ini memberikan nilai
perkiraan temperatur bintang
Dengan mansubstitusikan massa dan
radius Matahari
akan kita dapatkan temperatur surya kira-kira T = 14 juta kelvin,
sangat dekat dengan temperatur inti 15 juta kelvin. Namun, Matahari lebih
kompleks daripada model asumsi yang kita pakai. Baik temperatur dan
kepadatannya bervariasi tergantung pada jari-jarinya, sehingga nilai yang cukup
sesuai yang didapatkan di atas (7% galat relatif) sebagiannya hanya
disebabkan oleh keberuntungan saja.
8. Pembentukan Bintang
Rumus yang sama dapat
diterapkan untuk menentukan kondisi-kondisi pembentukan bintang dalam awan molekul
raksasa. Fluktuasi lokal dalam rapatan awan tersebut dapat menyebabkan kondisi
tak terkontrol dan cepat di mana awan tersebut runtuh karena gravitasinya
sendiri. Keruntuhan seperti itu terjadi ketika teorema ekuipartisi ataupun teorem virial tidak lagi berlaku,
yakni ketika energi potensial gravitasionalnya melebih dua kali energi kinetik.
Dengan
berasumsi bahwa kepadatan awan ρ :
menghasilkan
massa minimum yang diperlukan untuk kontraksi bintang, massa Jeans MJ :
Dengan mensubstitusikan nilai-nilai
yang pada umumnya terpantau pada awan tersebut (T = 150 K, ρ = 2×10−16 g/cm3)
kita dapatkan massa minimum perkiraan sebesar 17 massa surya, yang konsisten
dengan pembentukan bintang terpantau. Efek ini dikenal juga sebagai instabilitas Jeans,
dinamakan setelah fisikawan Britania James Hopwood Jeans
yang mempublikasikannya pada tahun 1902.
2.4 Turunan
Energi Kinetik
dan Distribusi Maxwell–Boltzmann
Perumusan awal
teorema ekuipartisi menyatakan bahwa, dalam segala sistem fisik apapun yang
berada dalam kesetimbangan termal,
setiap partikelnya memiliki energi kinetik
rata-rata yang persis sama (eksak), (3/2)kBT. Hal ini
dapat ditunjukkan menggunakan distribusi Maxwell–Boltzmann,
yang merupakan distribusi probabilitas :
untuk
kecepatan partikel bermassa m dalam sistem, di mana kecepatan v
adalah magnitudo dari kecepatan
vektor
Distribusi Maxwell–Boltzmann berlaku
untuk segala sistem yang terdiri dari atom, dan mengasumsikan hanya ensembel kanonis, secara spesifiknya,
bahwa energi kinetik terdistribusi menurut faktor Boltzmannya pada temperatur T.
Energi kinetik rata-rata suatu partikel bermassa m diberikan oleh rumus
integral
sebagaimana yang dinyatakan oleh
teorema ekuipartisi. Hasil yang sama juga dapat didapatkan dengan mereratakan
energi partikel menggunakan probabilitas penemuan partikel pada keadaan energi
kuantum tertentu.
Energi Kuadratik
dan Fungsi Partisi
Lebih umumnya energi
total H hanya sebagai suku kuadratik sederhana Ax2,
dengan A adalah tetapan konstan, memiliki energi rata-raata ½kBT
dalam kesetimbangan termal. Dalam hal ini teorema ekuipartisi dapat diturunkan
dari fungsi partisi Z(β), dengan β = 1/(kBT)
adalah temperatur invers kanonis.
Pengintegralan terhadap variabel x menghasilkan, teorema ekuipartisi menyatakan
bahwa segala derajat kebebasan x yang muncul
dalam :
dalam
rumus untuk Z. Energi rata-rata yang diasosiasikan dengan faktor ini
adalah :
sebagaimana
yang dinyatakan oleh teorema ekuipartisi.
Pembuktian Umum
Penurunan umum
teorema ekuipartisi dapat ditemukan dalam banyak buku teks mekanika statistika,
baik untuk ensembel mikrokanonis dan untuk ensembel kanonis. Keduanya melibatkan
pererataan terhadap ruang fase sistem yang
merupakan manifold simplektik. Untuk menjelaskan penurunan-penurunan
ini, notasi berikut digunakan. Pertama, ruang fase dideskripsikan menurut koordinat posisi rampatan
qj bersamaan dengan momentum konjugatnya pj.
Kuantitas qj secara penuh mendeskripsikan konfigurasi sistem, manakala
kuantitas (qj,pj) secara bersama
mendeskripsikan secara penuh keadaannya.
Kedua,
volume infinitesimal :
dari
ruang fase diperkenalan dan digunakan untuk mendefinisikan volume Γ(E,
ΔE)
porsi bagian ruang fase di mana energi H sistem berada di antara dua
limit, E dan E + ΔE:
Dalam
ekspresi ini, ΔE
diasumsikan sangat kecil, ΔE <<
E. Dengan cara yang sama, Σ(E)
didefinisikan sebagai volume total ryang fase di mana energinya lebih kecil daripada
E:
Karena
ΔE
sangat kecil, pengintegralan berikut ini memenuhi kesamaan
di
mana elips-elips tersebut mewakili integran (yang diintegralkan). Dari sini, Γ proposional terhadap ΔE
dengan
ρ(E) adalah rapatan keadaan. Berdasarkan
definisi mekanika statistik,
entropi
S sama dengan kB log Σ(E), dan temperatur
T didefinisikan sebagai berikut :
Ensembel Kanonis
Dalam ensembel kanonis, sistem berada dalam
kesetimbangan termal
dengan penangas kalor tak terhingga bertemperatur T (dalam kelvin).
Probabilitas tiap-tiap keadaan dalam ruang fase sistem diberikan
oleh faktor Boltzmann dikalikan dengan faktor normalisasi ,
yang dipilih sedemikiannya penjumlahan probabilitas-probabilitasnya adalah satu.
di mana β = 1/kBT.
Pengintegralan parsial untuk suatu variabel
ruang fase xk (yang dapat berupa qk ataupun
pk) antara dua limit a dan b menghasilkan
persamaan :
di mana dΓk = dΓ/dxk, yakni,
pengintegralan pertamanya tidak dilakukan terhadap xk. Suku
pertamanya biasanya nol, baik dikarenakan xk adalah nol pada
limit ataupun energinya menuju tak terhingga pada limit-limit tersebut. Dalam
hal itu teorema ekuipartisi untuk ensembel kanonisnya mengikuti,
Disini, simbol pererataan adalah rata-rata ensembel yang dilakukan
terhadap ensembel kanonis.
Ensembel Mikrokanonis
Dalam ensembel
mikrokanonis, sistem terisolasi dari lingkungan luar, atau paling tidak,
terhubung sangat sedikit dari dunia luar. Sehingga, energi totalnya secara
efektif konstan; lebih cermatnya, kita mengatakan bahwa energi total H
terperangkap antara E dan E+dE. Untuk suatu energi E
dan penyimpangannya dE, terdapat suatu daerah ruang fase Γ di mana sistem tersebut memiliki energi
tersebut, dan probabilitas tiap-tiap keadaan dalam daerah ruang fase adalah sama, menurut
definisi ensembel mikrokanonis. Berdasarkan definisi ini, rata-rata ekuipartisi
variabel ruang fase xm (yang dapat berupa qk
ataupun pk) dan xn diberikan oleh rumus ;
di
mana kesamaan terakhir dibenarkan karena E adalah konstan sehingga ia
tidak tergantung pada xn. Pengintegralan parsialnya
akan menghasilkan relasi :
karena
suku pertama pada sisi kanan adalah nol.
Substitusi
hasil ini kepada persamaan sebelumnya akan menghasilkan :
Karena
,
maka :
Sehingga
kita telah menurunkan perumusam umum teorema ekuipartisi :
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terorema ekipartisi energi membahas
tentang derajat kebebasan suatu partikel atau molekul, dimana derjata kebebasan
itu adalah cara bebas yang dapat dialkukan oleh partikel untuk menyerap energi.
Dan pergerakan molekul juga ada 3 macam berdasarkan jumlah atom yaitu
translasi, rotasi dan vibrasi. Pergerakan molekul ini juga ternyata bergantung
pad suhu, apabila suhu makin tinggi, maka pergerakan molekul atau partikelnya
pun akan semakin acak dan banyak arah, oleh sebab itu pada molekul diatomik
bersuhu tinggi memiliki derajat kebebasan yang tinggi yaitu 7. Energi dalam gas
ideal juga merupan hasil kali N (jumlah partikel) dengan energi kinetik
molekul.
3.2 DAFTAR
PUSTAKA
1. Pauli, W .1973.
Pauli Lectures on Physics: Volume 4. Statistical Mechanics. MIT Press.
hlm. 27–40.
2.
Callen, HB. 1985.
Thermodynamics and an Introduction to Thermostatistics. New York : John Wiley and Sons. hlm. 375–377
3. Raymond A.Serway, John W. Jewett
,Jr .2010. Fisika-Untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Salemba Teknika
4. Bon, Foster.2004. Terpadau Fisika SMA. Jakarta
: Erlangga
5. Young and Freedman. 2001. Fisika
Universitas Edisi Kesepuluh. Jakarta
: Erlangga
0 komentar:
Posting Komentar